Selasa, 18 Maret 2008

bab-6 litbang2008_basuki_po

BAB VI
P E M B A H A S A N

6.1 Tujuan Pembelajaran Us}u>l al-Fiqh
Madrasah Aliyah Keagamaan yang berada di lingkungan Pondok pesantren, adalah sebagai lembaga pendidikan Islam mempunyai potensi mempersiapkan para siswa dan siswinya untuk menjadi orang yang ‘a>lim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh para asatidz yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Di samping itu juga mempunyai potensi dalam membimbing anak didik menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Setiap lembaga pendidikan mendambakan tercapainya tujuan tersebut, sehingga dapat mencetak out put yang berdaya guna.
Dengan pembelajaran us}u>l al-fiqh, yang berorientasi pada penyiapan kemampuan santri dalam untuk memahami dan menghayati dan mempraktikkan ajaran Islam dalam bidang metode penetapan dan pengembangan hukum Islam dari sumbernya, Madrasah Aliyah Keagamaan di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo, telah memberikan bekal kepada siswa-siswinya untuk memahami dan mempraktekkan ajaran Islam dalam bidang metode penetapan dan pengembangan hukum Islam.
Di samping itu MAK di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo telah menempatkan us}u>l al-fiqh, tidak hanya pada tataran pengajaran (aspek kognitif) saja, tetapi telah menempatkannnya pada tataran penyaluran dan pengembangan. Sebab pembelajaran dalam konteks pendidikan Islam telah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan lainnya. Karakteristik-karakteristik berikut adalah tersirat dalam proses pembelajaran di Madrasah di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo.
Pertama, pembelajaran dalam konteks pendidikan Islam adalah penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. Setiap penganut Islam diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk difahami secara mendalam yang dalam taraf selanjutnya dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia. Pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan pada prinsipnya berlangsung seumur hidup. Inilah yang kemudian dikenal dengan life long education dalam sistem pendidikan modern. Sebagai suatu ibadah, dalam pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini al-akhla>q al-kari>mah merupakan prinsip-prinsip penting yang harus dipegangi oleh setiap pencari ilmu pada lembaga pendidikan pesantren.
Kedua, pembelajaran dalam konteks pendidikan Islam adalah pengakuan akan potansi dan kemampuan seseorang, berkembang dalam suatu kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni, agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasikan dengan baik.
Ketiga, pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggungjawab kepada Tuhan dan masyarakat. Di sini suatu ilmu pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian terdapat konsistensi antara apa-apa yang diketahui dengan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
6.2 Struktur Materi Pembelajaran Us}u>l al-Fiqh di MAK di Lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo.
Banyak ahli pendidikan agama Islam yang besilang pendapat dalam hal struktur materi pelajaran. Menurut Nahla>wy ada empat bentuk struktur materi pelajaran, yaitu: [1] struktur meteri pelajaran dengan sistim terpisah (manhaj al-mawa>dd al-munfas}alah); [2] struktur meteri pelajaran dengan sistim integral (manhaj al-mawa>dd al-mutara>bit}ah); [3] struktur meteri pelajaran dengan sistim terpusat (manhaj al-mawa>dd al-mih}wari>); [4] struktur meteri pelajaran dengan sistim proyek (manhaj al-nasha>t}).
Struktur materi pembelajaran us}u>l al-fiqh di MAK di lingkungan Pondok Pesantren kabupeten Ponorogo termasuk dalam struktur materi pelajaran dengan sistem integral (manhaj al-mawa>dd al-mutara>bit}ah). Hal ini terbukti bahwa mata pelajaran us}u>l al-fiqh tidak bisa dilepaskan dari mata pelajaran lain, seperti al-Qur'a>n, al-Hadith, al-Tafsi>r, Ulu>m al-Qur'a>n, Ulu>m al-Hadi>th, al-Fiqh, 'Ilm al-Nahw, dan 'Ilm al-S}arf.
6.3 Stretegi Pembelajaran Us}u>l al-Fiqh di MAK lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo
Berlangsungnya kegiatan pembelajaran dengan bentuk bandongan halaqah, hafalan, pembuatan tugas makalah dalam pembelajaran us}u>l al-fiqh di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo, tidak lepas dari kerangka normatif-teologis yang dijadikan perintis madrasah sebagai landasan berpijak dalam melaksanakan tugas suci pembelajaran. Kerangka normatif-toeologis yang dimaksud adalah orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (guru) sangatlah luhur kedudukannya di sisi Allah SWT daripada yang lainnya. Keutamaan profesi guru sangatlah besar, sehingga Allah SWT menjadikannya sebagai tugas yang diemban Rasulullah SAW”.
Guru yang melaksanakan pembelajaran pendidikan agama Islam di MAK di lingkungan Pondok Pesantren kabupeten Ponorogo, memiliki beberapa fungsi mulia. Pertama, fungsi penyucian. Dalam konteks ini guru sebagai pemelihara diri, pengembang serta pemelihara fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran. Dalam konteks ini guru sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannnya dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu peranan pendidik (guru) sangat penting dalam proses pendidikan, karena dia yang bertanggungjawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Maka itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik yang mempunyai tugas yang sangat mulia.
Dengan melihat pola pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran us}u>l al-fiqh, tugas guru di MAK di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini, guru harus memiliki pengetahaun yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkan. Sebagai tindak lanjutnya dari tugas ini, seorang guru tidak boleh berhenti belajar, kerena pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus dia pelajari. Kedua, guru sebagai model dalam bidang studi yang diajarkannya, sehingga guru menjadi contoh nyata dari yang dikehendaki dalam mata pelajaran tersebut. Ketiga, guru sebagai model kepribadian, ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya, atau yang menghidupkan idealisme dan luas dalam pandangannya.
Untuk itu tidak mengherankan, jika di antara para filosof muslim seperti Ibnu Sina menghendaki agar seorang guru memiliki kepribadian, pengetahuan dan pandangan sebagaimana yang dimiliki oleh Nabi SAW, karena guru hakekatnya adalah juga ulama’ sebagai pewaris Nabi. Dengan kepribadian seperti itu, maka guru memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan membina anak didiknya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang luhur dan bermartabat menurut pandangan agama.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru sebagai model atau suri-tauladan oleh siswa dalam setiap perilakunya. Untuk itu sebelum memasuki proses belajar mengajar, ia harus mengerti bagaimana sebenarnya sikap terhadap dirinya sendiri sebagai manusia. Dalam T}uruq al-ta’li>m fi> al-Isla>m, al-Saru>ji>y menyatakan bahwa seorang pendidik pada hakekatnya bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT., mengharapkan keridhaan-Nya, menghidupkan agama-Nya, mengembangkan seruan-Nya, dan menggantikan peranan Rasulullah SAW. dalam memperbaiki umat.
Abdurrahman Al-Nahla>wy menyarankan agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, harus memiliki sifat-sifat berikut: [1] tingkah laku dan pola pikir guru harus bersifat rabba>ni>; [2] guru seorang yang ikhlas; [3] guru harus bersabar alam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak didik; [4] guru harus jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya; [5] guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk mengkajinya; [6] guru mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi; [7] guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkata secara proporsional; [8] guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya; [9] guru harus bersikap adil.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran tugas seorang guru adalah berat tetapi mulia di sisi Allah SWT. Untuk itu seorang guru dalam Islam adalah mereka yang harus memiliki beberapa syarat, di ataranya adalah: [1] syarat keagamaan, yaitu patuh dan tunduk melaksanakan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya; [2] senantiasa berakhlak yang mulia yang dihasilkan dari pelaksanaan ajaran Islam tersebut; [3] senantiasa meningkatkan kemampuan ilmiahnya sehingga benar-benar ahli dalam bidangnya; dan [4] mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat pada umumnya.
Paradigma pembelajaran pendidikan agama Islam yang ideal adalah merubah paradigma teaching menjadi learning. Dengan perubahan ini proses pembelajaran menjadi proses bagaimana belajar bersama antara guru dan peserta didik, antara kyai dan santri. Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dirubah menjadi “learning community”. Dalam paradigma ini, santri tidak lagi disebut “pupil” (siswa), tetapi “learner” (yang pembelajar). Paradigma tersebut adalah learning to know, learning to do, learning to be, learning live to gether.
Dalam konteks ini, MAK Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Ponorogo dengan pola pembelajaran terpadu dan boarding school, mempunyai potensi dan peluang menjadikan peserta didik menjadi manusia pembelajar, melalui empat proses, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning live together.





6.4 Sistem Evaluasi Pembelajaran Us}u>l al-Fiqh pada MAK di lingkungan Pondok Pesantren kabupeten Ponorogo

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku awal peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mentral pasikologis dan spiritual-religius, karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religious, melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.
Dalam konteks ini sistem evaluasi pembelajaran us}>ul al-fiqh di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo yang menggunakan test secara lisan (sorogan) dan test secara tertulis serta menulis karya ilmiah adalah merupakan salah satu cara yang tepat untuk melihat standar kompetensi dan kemampuan dasar siswa dalam penguasaan materi, karena sistem evaluasi yang diterapkan adalah berbasis individual.
Dalam konteks pembelajaran di MAK di lingkungan Pondok Pesantren kabupaten Ponorogo, sistem evaluasi berbasis individual dapat dikatagorikan ke dalam tiga fungsi, yaitu: [1] evaluasi pembelajaran yang menjamin kemandirian; [2] evaluasi pembelajaran yang dapat mengangkat harkat bagi setiap santri untuk mampu menentukan dirinya sendiri; dan [3] evalusi pembelajaran yang membebaskan, memberdayakan semua santri menurut bakat dan keterbatasannya, sehingga menjadi orang realis dan kreatif.

Tidak ada komentar: